Home » » Krueng Tanah Jambo Aye

Krueng Tanah Jambo Aye

Written By Huinestfend on Monday 7 November 2011 | 17:39

Sejak puluhan tahun silam hingga sekarang, ratusan KK warga penghuni krueng Tanah Jambo Aye, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara masih leluasa memanfaatkan cokelatnya air limbah payau tersebut. Pemkab Aceh Utara baru mau siap-siap pembenahan lingkungan.

Efendi Noerdin

Sore hari, Saban waktu selalu dijumpai anak-anak belasan tahun dengan riangnya bersendawa dalam air keruh berwarna cokelat, dengan aroma sampah yang tentunya sudah terbiasa bagi mereka warga penghuni bawah jembatan perbatasan Antara Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara, krueng Tanah Jambo Aye. Sebagian mereka ada yang berteriak senang, ada yang mengayunkan tangan menyebrangi hingga tepian sana. Sedangkan sebagian lagi ada yang sedang menyebur kemudian timbul lagi, hal tersebut tak lain yang mereka lakukan selain pelepasan kesenangan anak-anak setempat menghabiskan waktu luangnya tanpa mengetahui dampak air limbah yang mengancam kesehatan mereka itu.

Sungai Tanah Jambo Aye yang berpangkal di desa matang reudeup , Kecamatan  . . . . . .  bermuara sampai dengan desa  . . . . . . , Kecamatan  . . . . . . . . . . . . . ..  .. . . . . .. . . . . . .  .   yang memiliki jarak sekitar DAS Jambo Aye dengan Luas DAS 4.385 Km2 km2, dengan lebar . . . .  meter. Sumber kementerian pekerjaan umum republik indonesia

Salah satu titik pemanfaatan sungai yang dominan yaitu tepian sungai yang berada dibawah jembatan pembatas dua kabupaten ini, sebayak 150 -an kepala keluarga, sekitar 450 jiwa masih memanfaatkan air payau tersebut sebagai sarana penunjang kehidupan, air itu di manfaatkan dalam kondisi yang tak terfikirkan akibat dan musababnya, selain mencuci pakaian dan mandi terkadang masih ada juga masyarakat sekitar yang memanfaatkan air tersebut sebagai air minum dengan cara disaring terlebih dahulu.

Berdasar informasi yang di himpun Modus Aceh pada Senin (24/10) di kalangan warga setempat, salah satunya M Yunus (56), seorang kepala keluarga yang sudah menghuni pinggiran sungai itu semenjak tahun 1965 silam menyebutkan, semenjak tinggal di aceh setelah menjadi muallaf peralihan agama dari katolik masuk islam pada tahun 1964, kemudian 1965 menikahi salah satu gadis warga setempat sejak itulah dia bersama keluarga barunya sudah menghuni pinggiran sungai itu, namun menurut keterangan M Yunus sendiri mengatakan, dari sebelumnya belum ada perhatian pemerintah aceh utara yang serius menanggapi warga itu “tidak ada artinya lagi daging sudah makan tulang” ujarnya dengan nada pasrah terhadap kehidupan kumuhnya di tempat tersebut.

Keinginan yang tak pernah diharapkan menghuni tempat-tempat sempit yang dipenuh dampak negatif sampah itu tak dapat diperbendungkan, perihal tersebut sebagaimana lajunya perkembangan daerah dan perekonomian masyarakat yang menggasak kusukkan kehidupan mereka. “kami tak pernah ada keinginan hidup seperti ini, namun  apa yang bisa kami perbuat sementara mata pencaharian kami terletak antara bawah jembatan ini dan pasar pajak impres Pantonlabu” imbuhnya.
Ada-ada saja keluhan yang layak dimuntahkan masyarakat, demikian juga halnya dengan masyarakat itu, terkadang hati nurani mereka bertanya-tanya “apakah kami hidup dibawah perhatian pemerintah ataukah kami hanya hidup se komplek kami saja yang hanya mengikat peraturan pemerintah untuk dituruti?” tambah warga lainnya yang tidak bersedia menyebutkan nama.

Hari yang sama di tempat yang terpisah hal yang senada juga di ucapkan oleh Amir Hamzah selaku kepala dusun I desa Kota Panton, Kecamatan yang sama mengatakan, ia sudah menghuni tempat tersebut selama 38 tahun yang lalu, seiring perubahan waktu tempat tersebut juga terjadi perubahan, tapi bukan di aspek perhatian pemerintahan , namun perubahan tersebut dikarenakan terjadinya penambahan warga yang menghuni tempat itu “perubahan yang terjadi di sini hanya penambahan kapasitas saja, yang lainnya masih seperti dulu semenjak 38 tahun yang lalu, jika ditanya perhatian pemerintah sih ada, tapi sangat minim sekali, karena hidup kami tak hanya membutuhan perhatian selayaknya bantuan raskin semata, akan tetapi sarana penunujang kehidupan masyarakat yang layak juga sangat kami impikan” katanya dengan tubuh bersandarkan di sebuah kursi panjang sudut rumahnya hari itu.

Ia juga membenarkan masyarakatnya memanfaatkan air tersebut sebagai penunjang hidup, ia mengakui masyarakat setempat kekurangan air bersih, adapun air yang dimanfaatkan untuk minum dengan cara di beli perjergen seharga seribu rupiah, sedangkan untuk kebutuhan lainnya masyarakat tetap mengunakan air sungai tersebut “ air disini yang disungai rasanya tawar, tapi jika kami menggali sumur, maka rasa airnya sudah berbeda, rasanya asin seperti sumur bor yang pernah dibangun sebelumnya”.

Menurut Amir  yang sudah empat tahun terakhir menjabat sebagai kepala dusun I Masjid Lama Kota Panton ini mengatakan, masyarakat yang menghuni pinggiran sungai ini kebanyakan dari kaum pendatang, dengan mudahnya menempati tempat tersebut dan tempatnya strategis di daerah pusat keramaian kota Panton, walaupun dibawah jembatan, masyarakatnya lebih memilih tinggal di tempat itu, karena mudah mencari mata pencahariannya guna kelangsungan hidup sehari-sehari. Dikatakannya lagi masyarakat pendatang dari berbagai daerah ini ada yang datang dari Kecamatan Seuneudon bahkan dari Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Aceh Timur sekalipun, akan tetap mempertahankan kelangsungan hidupnya dibawah jembatan tersebut, meskipun hidup dalam limbah sampah “moga saja untuk kedepan ini pemerintah lebih memerhatikan tempat huni kami disini, karena damba kami yang ada di sini bisa hidup sehat yang alami serta rukun dan damai”.

Ia juga menyebutkan hingga saat ini, masyarakat setempat juga selain ceroboh membuang sampah kedalam sungai tersebut, namun sampah yang berada di pasar-pasar pajak sayur dan ikan pantonlabu kurang terkoordinir dengan baik, sehingga kebanyakan sampah sudah menjadi limbah masyarakat setempat yang juga sebagian sampah dengan praktisnya dibuang kedalam sungai itu juga.

Menanggapi hal tersebut kepala Kantor (pra Dinas/Badan-red) Lingkungan Hidup Aceh Utara Nuraina SKM MSi yang belum lama ini berhasil meraih satu penghargaan Awards Nigth 2011, Executif & Profesional in Development Award 2011, sebagai Best Figure in Government award 2011, Citra tokoh wanita Indonesia yang bertempat di Arya duta Hotel Jakarta, di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2011 yang lalu, mengatakan terkait riwayaht hidup masyarakat pinggiran sungai Tanah Jambo Aye tersebut dibawah ranah Dinas-dinas yang berhubungan yan telah memiliki poksinya masing-masing yang berada dibawah pengawasan Lingkungan Hidup “ saat ini kita gabungan dari empat dinas di Aceh Utara sedang membentuk program untuk mengantisipasikan permasalahan yang dikhususkan untuk Krueng Jambo Aye karena itu permasalahan yang terbesar di Aceh Utara yang berhubnga dengan sungai adalah sungai tersebut”  ucap Kaka tersebut.

Empat dinas yang dimaksudkan tersebut yaitu Dinas Bina Marga Cipta Karya, Dinas Kesehatan, Kehutanan dan Perairan di Aceh Utara. Tidak saja hilangnya nilai estetika, permasalahannya kini menyangkut dengan wabah yang akan mengancam penduduk setempat dari ancaman limbah sejak piluhan tahun lalu “  Menurunnya kualitas air sungai layak kita cemaskan, pasalnya tercemarnya limbah sungai ini perlu kita tingkatkan kualitas lingkungan hidup yang bebas limbah, dan kami pihak Lingkungan hiduppun sudah melaksakana pemantau dan pengawasan akan kecemasan menurunnya kualitasair tersebut” kata Nuraina.

Ia juga menambahkan seraya menghimbaukan, masyarakat jangan hanya mengeluhkan kondisinya saja, terkait kelangsungan hidup msayarakat merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat setempat dengan pemerintah terkait “Sebenrnya kita aceh menciptakan nasib kita sendiri, seolah-olah hidup dalam bermasyarakat yang tak terpedulikan seharusya masyarakat juga saling menjaga, itu bukanlah suatu yang merupakan kewajiban pemerintah 100%, namun 50-50 antara warga dan pemerintah” imbuhnya.

“saya belum berani menjawab Karena belum ada kebijakan yang jelas guna antisipasi lingkungan sungai Tanah Jambo aye. Lingkungan hidup sebagai sarana pemantau lingkungan, sudah membentuk program anti sipasinya sebagaimana  upaya yang telah disepakati antara pemerintah pusat dan Gubernur Aceh terkait pengelolaan sumber daya air aceh termasuk di jambo aye, yang dipanitiai oleh Dinas kehutanan Aceh Utara karena terkait ranah kehutanan” tambahnya lagi.

Sebagai figure yang membanggakan di bidang Lingkungan Hidup. Nuraini SKM Msi sebagai figure terbaik wanita Indonesia asal tanah rencong ini, tentu akan sangat bertanggug jawab terhadap apresiasi yang diraihnya belum lama ini, namun dengan sosok yang dimilikinya itu akan mampukah ia mengubah lingkungan hidup aceh utara senyaman mungkin, hal ini tentu tak hanya sebatas ikatan apresiasi yang nihil saja, namun bagi masyarakat penghuni tempat kumuh tersebut hanya mengaharapkan lingkungannya sehat dan nyaman.

Kakan Lingkungan Hidup Nuraina SKM Msi menghimbau kepada mayarakat untuk bisa belerja sama melestarikan lingkungan bebas limbah, “kami dari lingkungan hidup hingga saat ini hanya meperhatikan sebatas kualitas airnya saja terkait debit air, PH, BOD dan CODnya, sedangkan masyarakat juga perlu menjaga lingkungan itu sendiri sehingga dari Lingkungan Hidup dan Dinas lainnya bisa mengambil kebijakan apa yang harus dilaksanakan untuk program kedepan, jika ada program masyarakat yang bisa dikembangkan, maka pihak pemerintah aceh utara siap mengantisipasi permasalahan limbah ini”

****

0 comments :

Post a Comment

Kebebasan yang kami berikan adalah komentar pengunjung tidak terbatas, selagi menghormati SARA. kesan dan saran sangat kami butuhkan, karena melalui media blogspot ini, pengguna bermaksud ingin memberikan apa-pun informasi yang harus diketahui publik. atas kunjungannya, pengguna ucapkan terima kasih....

Popular Posts